Rabu, 14 Oktober 2009

Yuk, Dukung Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia!

Tangan adalah media utama bagi penularan kuman-kuman penyebab penyakit. Akibat kurangnya kebiasaan cuci tangan, anak-anak merupakan penderita tertinggi dari penyakit diare dan penyakit pernapasan. Hingga tak jarang berujung pada kematian.

Bermula dari permasalahan yang muncul di lingkup sekolah dan anak-anak, maka tercetuslah ide untuk menggalangkan gerakan cuci tangan sebagai perilaku mendarah daging bagi seluruh orang di dunia.

Sejak 2008, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 15 Oktober sebagai Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia. Kegiatan tersebut akan memobilisasi jutaan orang di lima benua untuk mencuci tangan mereka dengan sabun.

Semakin luas budaya mencuci tangan dengan sabun akan membuat kontribusi signifikan untuk memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs), mengurangi tingkat kematian anak-anak di bawah usia lima tahun pada 2015 hingga sekitar 70 persen.

Seperti negara lainnya di seluruh dunia, Indonesia juga akan menggelar kembali Hari Cuci Tangan Pakai Sabun (HCTPSS) pada 15 Oktober. HCTPSS ini menjadi momen penting untuk meningkatkan budaya cuci tangan pakai sabun di keluarga Indonesia yang tergolong masih rendah. Sebab, cuci tangan pake sabun adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah penyebaran kuman penyakit masuk ke dalam sistem imunitas tubuh.

Cuci tangan dengan menggunakan air saja merupakan hal yang umum dilakukan di seluruh dunia. Meski begitu, kebiasaan ini kurang efektif dibandingkan dengan cuci tangan memakai sabun. Pasalnya, sabun dapat meluruhkan lemak dan kotoran yang mengandung kuman. Dengan penggunaan yang benar, semua sabun memiliki efektifitas yang sama dalam meluruhkan kuman-kuman penyebab penyakit.

“Cuci tangan pakai sabun (CTPS) adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit diare dan pneumonia yang merupakan penyebab utama kematian anak. Setiap tahun, lebih dari 3,5 juta anak tidak dapat hidup hingga usianya yang ke-5 karena diare dan pneumonia. Tantangan yang dihadapi bersama saat ini adalah untuk mengubah budaya mencuci tangan dengan sabun dari ide yang abstrak menjadi perilaku yang membudaya. Di segala lapisan dan lingkungan masyarakat, yang dilakukan di rumah, sekolah, dan masyarakat di seluruh dunia,” papar Senior Brand Manager Lifebouy PT Unilever Indonesia, Tbk Erwin Cahaya Adi saat konferensi pers Perayaan dan Program Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia di The Cone?FX Jakarta, Rabu (7/10/2009).

Pada tahun ini, HCTPSS akan melibatkan sekolah dan memfokuskan pada anak-anak karena masih sangat bersemangat dan terbuka terhadap ide-ide baru, dengan mengedukasi mereka sejak dini di sekolah. Mereka dapat membawa kebiasaan ini hingga ke dalam rumah dan berperan sebagai Agen Perbuahan CTPS dalam keluarga.

Selain itu, lebih kurang 120 juta anak-anak lahir di dunia berkembang tiap tahunnya. Setengahnya akan hidup dalam keluarga tanpa akses untuk memperbaiki sanitasi yang membawa dampak buruk terhadap pertumbuhan hidupnya. Kebersihan yang buruk dan kurangnya akses ke sanitasi berkontribusi terhadap sekitar 88 persen kematian akibat diare.

Dalam kemitraannya bersama Departemen Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, KPAI, TPP PKK Pusat, serta beberapa LSM yang telah bermitra dengan Yayasan Unilever Indonesia, yaitu Padmaya-DI Yogyakarta, Spektra-Jawa Barat, dan Institute Civil Society Development (ICSD)?Jawa Timur, Lifebuoy turut membantu melakukan edukasi CTPS di 2400 Sekolah Dasar di tiga provinsi, Jawa Timur, Jawa Barat dan DIY.

Turut berpartisipasi juga jaringan sekolah binaan Lifebuoy dengan 5.320 siswa SD di kota-kota Jakarta, Bandung, Sukabumi, dan Tangerang, serta jaringan 74 radio swasta nasional di sejumlah kota lainnya di Indonesia. Inisiasi CTPS akan dilakukan Lifebuoy di sembilan kota besar di Indonesia, Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Makasar, Banjarmasin, Ambon, dan Jayapura.

Penyelenggaraan HCTPSS sangat penting bagi Indonesia mengingat kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya masih sangat memprihatinkan. Tingginya tingkat kematian dan kesakitan akibat penyakit-penyakit yang berkaitan dengan air, sanitasi, perilaku hidup bersih dan sehat, serta rendahnya kebiasaan cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang penting.

“Target perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun saat penting, di tahun 2009 ini diharapkan meningkat menjadi rata-rata 58 persen. Target ini merupakan target yang sangat tinggi karena pada kenyataannya perilaku cuci tangan pakai sabun masih belum dibudidayakan di tingkat keluarga. Walaupun telah terbukti CTPS ini secara efektif menurunkan angka kematian akibat diare, kholera, disentri, dan penyakit infeksi pencernaan lainnya sebesar 43-45 persen. Namun survei perilaku CTPS di Indonesia terhadap 5 waktu penting CTPS menunjukkan hasil yang sangat rendah, yaitu 12 persen setelah ke jamban, 9 persen setelah membersihkan anak, 14 persen sebelum makan, 7 persen sebelum memberi makan anak, dan hanya 6 persen sebelum menyiapkan makan,” kata Kepala Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan Abidinsyah Siregar.

Anak-anak adalah bagian dari komunitas yang paling bersemangat, antusias, dan terbuka terhadap ide-ide baru dan dapat bertindak sebagai agen perubahan perilaku dengan cara memberikan edukasi cuci tangan pakai sabun.

“Mulailah kita membiasakan perilaku cuci tangan pakai sabun pada lingkup terkecil masyarakat terlebih dahulu, pada diri sendiri, dan anak-anak kita. Mungkin langkah ini dipandang terlalu sederhana namun sangat efektif dan dapat mencegah penyakit-penyakit yang membunuh jutaan anak setiap tahunnya,” papar Brand Ambassador Kampanye Lifebuoy Petisi untuk Indonesia Sehat Panji Pragiwaksono, saat konferensi pers yang sama.

“Gerakan bersama Cuci Tangan Pakai Sabun pada waktu bersamaan dalam skala Nasional, diharapkan mendapat dukungan luas dan menjadi momentum penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membudayakan cuci tangan dengan sabun terutama di saat-saat penting sebagai langkah preventif yang termurah dan terbukti efektif menjaga kesehatan masyarakat, terutama anak-anak sebagai generasi penerus Indonesia,” pungkas Senior Brand Manager Lifebouy PT Unilever Indonesia, Tbk Erwin Cahaya Adi menutup acara.

Untuk itu, Lifebouy bersama para mitra mengajak partisipasi masyarakat umum untuk turut mengisi HCTPSS 2009 dengan edukasi perilaku hidup dan sehat (PHBS), melalui implementasi cuci tangan pakai sabun, di sekolah-sekolah dasar sebagai momentum untuk mengajak semua pihak melakukan langkah kecil di dalam hidup kita, yaitu perubahan perilaku yang dapat membuat tumbuhnya generasi Indonesia yang lebih sehat.

Sumber :
http://www.eurekaindonesia.org/yuk-dukung-hari-cuci-tangan-pakai-sabun-sedunia/

Cornflakes, Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung?

TEMPO Interaktif, Jakarta:Sering sarapan cornflakes? Sebaiknya simak dulu hasil penelitian yang dipublikasikan Journal of The American College of Cardiology, awal pekan ini. Cornflakes, roti tawar (putih), serta kentang goreng merupakan jenis makanan yang kaya karbohidrat serta kandungan indeks glycemic-nya tinggi. Makanan jenis itu bisa meningkatkan kadar gula dalam darah. Dan pada akhirnya, dapat menghambat fungsi pembuluh darah dan meningkatkan resko penyakit jantung.

Salah seorang peneliti, Dr. Michael Shechter, ahli jantung dari The Sackler Faculty of Medicine di Universitas Tel Aviv, Israel mengatakan, berdasarkan studi, sebaiknya konsumen memilih makanan dengan karbohidrat dengan indeks glycemic rendah untuk menjaga kesehatan tubuh dan mengurangi kerja fungsi pembuluh endothelial. "Jika fungsi endotheilal terhambat, maka akan menimbulkan penyumbatan pembuluh darah, yang berpotensi menyebabkan penyakit jantung," ungkap Shechter.

Sumber :
http://memobisnis.tempointeraktif.com/hg/info_sehat/2009/06/17/brk,20090617-182356,id.html

Puasa Mengurangi Kolesterol, Asam Urat, Gula Darah, dan Sebagainya

Untuk merubah kualitas seseorang dari Iman menjadi Takwa dibutuhkan 3 tahap. Masing-masing sekitar 10 hari. Rasulullah mengatakan bahwa puasa Ramadhan selama sebulan itu dibagi menjadi 3 tahap. Yaitu, sepuluh hari pertama berisi Rahmat. Sepuluh hari kedua berisi Ampunan alias Maghfirah. Dan sepuluh hari terakhir berisi dengan Nikmat.

Dalam konteks ‘penyembuhan’ yang kita bahas di depan, 3 tahap proses ini menemukan kesamaannya. Yaitu, proses detoksifikasi alias penggelontoran racun, proses rejuvenasi atau peremajaan, dan proses stabilisasi atau pemantapan kondisi. Hal ini bisa bermakna lahiriah maupun batiniah sekaligus.

Secara lahiriah, tiga tahapan dalam puasa Ramadhan itu menggambarkan terjadinya proses penyeimbangan kondisi kesehatan tubuh seseorang. Saya pernah mengadakan pengamatan sederhana terhariap sejumlah kawan-kawan yang berpuasa pada bulan Ramadhan tahun lalu.

Sebelum memasuki puasa Ramadhan, kami beberapa orang termasuk saya melakukan check kesehatan di laboratorium untuk mengukur kadar asam urat, kolesterol, gula darah dan SGOT/SGPT Kami ingin membandingkan kondisinya dengan setelah melakukan puasa.

Maka yang terjadi sungguh menarik untuk dicermati. Dan saya ingin melakukan pendalaman lebih lanjut tentang efek puasa Ramadhan terhariap kondisi kesehatan seseorang.

Namun secara umum, tiga tahapan puasa di atas memang terjadi. Dalam pengamatan itu, saya menemukan kesimpulan bahwa 10 hari pertama, kondisi kesehatan kami mengalami proses detoksifikasi alias penggelontoran racun besar besaran. Prosesnya memang bisa berbeda beda pada setiap orang. Namun secara umum terjadi penurunan kadar kolesterol, asam urat, gula darah dan SGOT/ SGPT secara dramatis.

Misalnya, di antara kami ada yang sebelum puasa itu memiliki kadar kolesterol sangat tinggi. Kadar kolesterol total 245 (normalnya di bawah 200 mg/dl), HDL cuma 42 (normalnya di atas 55 mg/dl), LDL mencapai kadar ‘tak terhitung’ (normalnya lebih kecil dari 150 mg/ dl), dan TG sebesar 513 (normalnya 150 mg/dl).

Setelah berpuasa selama 10 hari pertama, kami melakukan cek ulang ke lab. Hasilnya sungguh menarik. Kolesterol totalnya turun menjadi 216. HDL yang terlalu rendah meningkat menjadi 55. LDL yang terlalu tinggi (tidak terhitung) menjadi normal kembali sebesar 111. Dan Trigliserida yang 513 turun menjadi 249.

Proses detoksifikasi yang terjadi selama puasa 10 hari pertama itu ternyata sangat signifikan. Padahal, biasanya dalam kondisi tidak puasa, penurunan sebesar itu dilakukan dalam waktu 4 minggu menggunakan obat-obatan penurun kadar kolesterol. Itu pun harganya tergolong tidak murah. Lewat puasa, bisa dilakukan hanya dalam waktu 10 hari tanpa menggunakan obat sama sekali.

Badan melakukan fungsinya untuk melakukan penyeimbangan secara alamiah dengan sangat efektif pada saat kita berpuasa. Yang terlalu tinggi diturunkan. Dan yang terlalu rendah ditinggikan, secara otomatis.

Saat proses detoksifikasi itu biasanya kita merasakan kondisi yang kurang mengenakkan badan. Ada yang merasa lemas. Ada juga yang merasa. Pusing-pusing dan demam ringan. Atau, kadang dibarengi dengan diare ringan serta air kencing yang keruh. Semua itu normal saja, karena sedang terjadi penggelontoran racun secara besar-besaran dalam tubuh kita. Gejala-gejala itu biasanya hilang dalam waktu beberapa hari, setelah badan kita beradaptasi.

Pada 10 hari kedua, proses penggelontoran itu terus berlanjut. Tapi dengan kecepatan yang lebih rendah. Penggelontoran besar besaran hanya terjadi pada 10 hari pertama. Dan bersamaan dengan detoksifikasi berkecepatan rendah itu, mulai terjadi peremajaan pada bagian-bagian yang mengalami kerusakan. Sistem tubuh mulai mengarah pada keseimbangannya.

Cek laboratorium menunjukkan kecepatan penurunan semakin melambat. Pada hari ke 21, hasil lab memperlihatkan semua kadar kolesterol berangsur-angsur normal. Kolesterol total mencapai angka cukup ideal 182 mg/dl. Sedangkan HDL konstan pada 55 mg/dl. LDL semakin rendah mencapai 96 mg/dI. Dan Trigliserida menjadi 148 mg/dl.

Selain kolesterol, ternyata asam urat juga mengalami penyeimbangan kembali. Sebelum puasa, kadarnya 7,7 (normalnya di bawah 7 untuk laki laki). Ternyata dalam 10 hari pertama pada orang yang sama asam uratnya turun menjadi 6,6. Dan pada hari ke 21 asam urat turun lagi menjadi 6,2.

Pada 10 hari terakhir, kondisinya menuju pada keadaan seimbang. Ada penurunan namun semakin rendah kecepatannya. Yang menarik, ternyata berat badan juga mengalami proses yang seirama.

Pada 10 hari pertama, berat badan mengalami penurunan cukup besar. Diperoleh data, bahwa sebelum puasa berat badan mencapai 70 kg. Ternyata, di hari ke 11 berat badannya turun sebanyak 3 kg menjadi 67 kg.

Pada hari ke 21, terukur berat badannya terus mengalami penurunan meskipun tidak sebesar periode pertama. la mengalami penurunan sekitar 1,5 kg menjadi 65,5 kg. Dan yang menarik, penurunan berat badan itu tidak berlangsung pada periode ketiga. Saat hari terakhir puasa, berat badannya justru naik kembali menjadi 66,5 kg. Sebuah berat badan ideal, karena ia memiliki postur dengan tinggi badan 169 cm.

Ternyata benar ungkapan Rasulullah saw bahwa dalam bulan Ramadhan itu kita bakal mengalami 3 tahap proses menuju keseimbangan kondisi secara alamiah. Tahap pertama rahmat, karena Allah membersihkan badan kita dari racun-racun yang membahayakan kesehatan lewat proses detoksifikasi.

Tahap yang kedua adalah maghfirah atau ampunan. Dalam 10 hari kedua itu Allah benar-benar memberikan ampunan kepada hambaNya yang berpuasa dengan mengembalikan kondisi badan yang tadinya mengandung banyak sampah metabolisme menjadi bersih. Dan kemudian meremajakan kembali bagian-bagian yang rusak.

Dan pada tahap ketiga, Allah menurunkan nikmatnya kepada orang-orang yang berpuasa dengan baik. Di tahap ketiga itu, badan kita berangsur-angsur menuju keseimbangan alamiahnya. Bahkan, berat badan yang tadinya mengalami penurunan, di tahap ini justru mengalami kenaikannya kembali untuk menuju kondisi normalnya. Maha benar Allah dengan segala firmanNya, sebagaimana disampaikan oleh RasulNya …

Selain berdampak secara lahiriah, tahapan puasa dalam bulan Ramadhan itu juga tampak dalam aktivitas yang bersifat batiniah. Pada skala batiniah, tahapan puasa memberikan motivasi yang besar kepada orang-orang yang sedang menjalankan puasa.

Tahapan itu ada kaitannya dengan sabda nabi “barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan dengan Iman dan penuh perhitungan, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang lalu maupun yang akan datang.

Sabda nabi ini mengarahkan kita agar tidak sembarangan dalam berpuasa. Ada dua hal yang dipersyaratkan, imanan dan wahtisaban. Yaitu ‘memahami’ dan ’selalu mengevaluasi pelaksanaannya’.

Nah, berkaitan dengan itu, kita mengevaluasinya dalam 3 tahapan, masing-masing 10 hari. Sebab efek puasa memang tidak langsung dirasakan hari itu juga, melainkan butuh tenggang waktu untuk mengukur dampaknya. Sebagaimana yang terlihat secara lahiriah, kurun waktu 10 hari itu juga telah memperlihatkan dampaknya.

Pada sepuluh hari pertama, sebagaimana dampak lahiriyahnya, puasa kita akan menggelontor berbagai macam penyakit hati. Apakah penyakit hati yang bakal tergelontor? Banyak. Di antaranya adalah suka berbohong, sering menipu, pemarah, pembenci, sulit memaafkan, serakah, sombong, riya’, dan lain sebagainya.

Pada kondisi ini jika kita bisa ‘menghancurkan’ penyakit penyakit batiniah itu, maka dampaknya sungguh akan baik buat kebersihan dan kelembutan hati. Bahwa hati yang berpenyakit akan mendorong kualitas hati itu menjadi semakin jelek dengan cara mengeras, membatu, tertutup dan dikunci mati oleh Allah.

Maka, dengan puasa, sebenarnya kita sedang memproses hati kita agar semakin melembut. Caranya, begitulah, pada tahap pertama mesti bisa melenyapkan berbagai macam penyakit hati. Usahakan agar selama 10 hari pertama itu kita tidak ‘mengamalkan’ penyakit hati sama sekali. Puasa batiniah!

Jangan marah. Jangan berbohong. Jangan membenci. Jangan menipu. Jangan iri dan dengki. Jangan sombong. Jangan berkata yang tidak berguna. Bahkan, untuk ‘berpikir’ jelek pun jangan! Dan seterusnya.

Kendalikan sifat-sifat ini dengan kefahaman bahwa ini memang sifat yang merugikan siapa saja. Dan kemudian evaluasi terus, bahwa dari ke hari kemampuan kita mengendalikannya adalah semakin besar. Maka kalau kita bisa mengendalikannya selama 10 hari pertama, insya Allah kita bakal menerima rahmatNya, berupa, kondisi batiniah yang melembut.

Tiba-tiba saja kita begitu mudahnya untuk tidak marah. Begitu mudahnya untuk tidak berbohong. Begitu mudahnya untuk tidak dengki, iri dan sombong. Serta berbagai macam penyakit hati yang dilarang oleh Allah dan RasulNya. Ya, kita telah ketularan RahmatNya rasa mengasihi dan menyayangi orang lain dan siapapun di sekitar kita dengan sepenuh keikhlasan. Itulah 10 hari pertama dimana Allah menurunkan Rahmat bagi orang-orang yang baik puasanya.

Sepuluh hari ke 2 adalah ketika Allah menurunkan ampunanNya kepada hamba-hamba yang berpuasa. Ketika seseorang bisa mengendalikan dirinya untuk tidak berbuat jelek, tidak berkata buruk, dan tidak berpikiran jahat, maka sungguh ia telah memperoleh ampunan Allah.

Bahkan, ampunan itu bukan hanya sekarang saja, melainkan juga ‘dosa-dosanya’ di masa datang. Karena, sesungguhnya dia tidak akan berbuat dosa lagi lewat pikiran, ucapan, dan perbuatannya. la telah menjadi orang yang mampu mengendalikan dirinya.

Sepuluh hari yang ke 3, adalah saat-saat Allah mengkaruniakan Nikmat. Ya, betapa nikmatnya orang-orang yang telah mampu mengendalikan diri dengan baik. Selama 20 hari pertama dia telah mampu melatih dan membiasakan dirinya untuk tidak melakukan dosa-dosa yang membuat hatinya jadi ‘keruh’ dan mengeras.

Maka di sepuluh hari terakhir dia akan memetik kenikmatan. Apakah kenikmatan? Selama ini orang berpikir bahwa kenikmatan adalah terlaksananya segala keinginan yang menjadi cita-citanya. Padahal, definisi itu sangatlah rapuh. Mana mungkin ada orang yang terpuaskan atas keinginan-keinginannya. Apalagi, jika ia sangat menggebu-gebu dalam mencapai keinginannya.

Dia bagaikan mengejar fatamorgana. Seperti indah ketika masih jauh, tapi begitu didekati ternyata tidak seperti yang dia bayangkan. Begitulah manusia dalam mengejar kenikmatan. Ternyata, kebanyakan nikmat yang kita kejar adalah semu belaka.

Maka Allah mengajarkan kepada kita tentang kenikmatan itu. Bahwa kenikmatan yang sesungguhnya hanya bisa didapatkan lewat keimanan, sebagaimana Dia firmankan berikut ini.

“Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (QS. Ash Shaffat (37) : 148)

Apakah keimanan? Sekali lagi, keimanan adalah kefahaman yang mengarah kepada keyakinan. Dan lebih khusus lagi, keyakinan itu terkait dengan kefahaman tentang Allah dengan segala sunnatullahNya.

Kenikmatan hakiki adalah kenikmatan yang diperoleh lewat kefahaman. Bukan karena emosi alias hawa nafsu belaka. Kenikmatan yang didasarkan pada hawa nafsu secara emosional adalah kenikmatan yang semu. Bahkan, memiliki potensi untuk merusak sebagaimana telah kita bahas sebelumnya: “kalau hawa nafsu di jadikan ukuran kebenaran maka rusaklah langit dan bumi dan segala isinya.”

Maka, jika kita ingin memperoleh nikmat yang hakiki kita mesti memperolehnya secara iman lewat pendekatan akal. Bahwa kenikmatan adalah sebentuk manfaat yang terkait dengan kemampuan kita mengendalikan diri karena Allah semata.

Dalam kaitannya dengan puasa ini, maka di tahap 10 hari ke tiga itu, seseorang yang berpuasa, memang mulai bisa ‘menundukkan’ hawa nafsunya. Akalnya berfungsi lebih dominan dibandingkan kehendak emosionalnya. Dan lebih dari itu semua, ia melakukannya karena Allah semata.

Inilah kunci kenikmatan yang dijanjikan Allah kepada hamba hamba yang berpuasa pada etape 10 hari ke tiga. Setelah melewati masa ‘penggelontoran’ penyakit hati, dan masa ‘pengampunan’ dosa-dosa, maka orang yang berpuasa bakal merasakan betapa nikmatnya menjalani ibadah itu di akhir akhir Ramadhan.

la telah menemukan keseimbangan antara lahir dan batinnya. Antara fisik dan jiwanya. Maka, pada sepuluh hari terakhir itu seseorang yang berpuasa masuk ke tahapan spiritual. la sedang berproses untuk ‘bertemu’ Allah di dalam ibadah puasanya yang semakin intens.

Di sepuluh hari terakhir itu biasanya Rasulullah saw meningkatkan ibadahnya lebih hebat baik secara kualitas maupun kuantitas. Beliau biasanya masuk ke masjid untuk melakukan Itikaf, berkonsentrasi sepenuhnya dalam ibadah-ibadah yang semakin banyak dan khusyu untuk mencapai ‘puncak’ efek puasa. Inilah saat-saat terakhir yang sangat menentukan berhasil tidaknya puasa Ramadhan kita menjadi orang yang bertakwa.

Di sepuluh hari terakhir itu juga Allah menyediakan malam yang penuh barokah yaitu Lailat al Qadar. Yaitu malam yang digambarkan memiliki nilai sangat tinggi, lebih hebat dari 1000 bulan. Lebih jauh akan kita bahas di bagian berikutnya.

Sungguh, orang-orang yang bisa menjalani puasanya di sepuluh hari terakhir dengan baik, ia bakal menemui Lailat al Qadar yang penuh kenikmatan. Bukan hanya pada saat puasa Ramadhan, melainkan ia akan memperoleh pencerahan sepanjang hidupnya sehingga menjadi orang yang bertakwa orang yang dijamin Allah dengan berbagai kenikmatan. []

Sumber :
http://www.eurekaindonesia.org/puasa-mengurangi-kolesterol-asam-urat-gula-darah-dan-sebagainya/

Jumat, 09 Oktober 2009

Hepatitis B

HEPATITIS B

1. Pengertian

Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut "hepatitis akut", hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut "hepatitis kronis". Hepatitis biasanya terjadi karena virus, terutama salah satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D, atau E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti mononukleosis infeksiosa, demam kuning, dan infeksi sitomegalovirus (Anonim 2009).

Salah satunya jenis penyakit hepatitis yang disebabkan oleh virus adalah hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B" (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia (Anonim 2009).

1. Tanda dan Gejala

Kebanyakan gejala Hepatitis B tidak nyata. Tidak semua yang terinfeksi VHB mengalami gejala hepatitis. Antara 30 dan 40 persen orang yang terinfeksi virus ini tidak mengalami gejala apa pun. Jika ada gejala, biasanya timbul dalam empat sampai enam minggu setelah terinfeksi, dan dapat berlangsung dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Gejala hepatitis B akut serupa dengan gejala infeksi virus Hepatitis A (VHA) (Horn Tim & James Learned 2005).

Beberapa orang yang mengalami gejala hepatitis B akut merasa begitu sakit dan lelah sehingga mereka tidak dapat melakukan apa-apa selama beberapa minggu atau bulan. Seperti dengan VHA, kurang dari 1 persen orang terinfeksi VHB dapat mengalami infeksi cepat dan berat (‘fulminant’), walaupun hal ini sangat jarang tetapi dapat menyebabkan kegagalan hati dan kematian (Horn Tim & James Learned 2005).

Selain itu, gejala lain dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning, dan air seni berwarna seperti the (Anonim 2009).

Namun, bila sistem kekebalan tubuh tidak mampu mengendalikan infeksi VHB dalam enam bulan, gejala hepatitis B kronis dapat muncul. Tidak semua orang dengan hepatitis B kronis mengalami gejala. Beberapa orang kadang mengalami gejala yang hilang setelah beberapa waktu, sementara yang lain mengalami gejala terus-menerus. Gejala hepatitis B kronis dapat serupa dengan yang dialami dengan hepatitis B akut. Gejala ini cenderung ringan sampai sedang dan biasanya bersifat sementara. Gejala tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah lama mengalami hepatitis B kronis. Gejala ini termasuk ruam, urtikaria (kaligata – rasa gatal yang berbintik-bintik merah dan bengkak), arthritis (peradangan sendi), dan polineuropati (semutan atau rasa terbakar pada lengan dan kaki) (Horn Tim & James Learned 2005).

2. Penyebab

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B" (VHB). VHB adalah virus non-sitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hati. Dibandingkan virus HIV, virus Hepatitis B (VHB) seratus kali lebih ganas (infectious), dan sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan (Anonim 2009).

Penyebab Hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat, dan paparan berbagai macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa juga menyebabkan Hepatitis. Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup, atau diserap melalui kulit penderita. Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain (Anonim 2009).

3. Cara Penularan

Hepatitis B merupakan bentuk Hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan umur. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan virus Hepatitis B ini menular, yaitu :

1. Secara vertical : Cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.

2. Secara horizontal : dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur, dan sikat gigi secara bersama-sama serta hubungan seksual dengan penderita (Anonim 2009).

Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan dites terlebih dulu apakah darah yang diterima reaktif terhadap Hepatitis, Sipilis, dan HIV atau tidak. Namun, tidak semua orang yang positif Hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah, dapat terungkap apakah ada riwayat pernah ter infeksi dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virusnya sudah tidak ada. Bagi pasangan yang hendak menikah, tidak ada salahnya untuk memeriksakan pasangannya, sehingga dapat mencegah penularan penyakit ini (Anonim 2009).

4. Cara Pencegahan

Cara terbaik untuk mencegah hepatitis B adalah vaksinasi. Dua jenis vaksin yang tersedia adalah Recombivax HB dan Energix-B. Kedua vaksin ini membutuhkan tiga suntikan yang diberikan selama jangka waktu enam bulan. Efek samping, bila terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk rasa sakit pada daerah suntikan dan gejalanya mirip flu ringan. Selain itu, juga tersedia vaksin kombinasi terhadap VHA dan VHB (Twinrix), yang menawarkan manfaat tambahan yaitu pemberian perlindungan terhadap kedua infeksi virus. Vaksin VHB efektif untuk lebih dari 90 persen orang dewasa (Horn Tim & James Learned 2005).

Jika kita belum divaksinasikan terhadap hepatitis B, masih ada yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi VHB. Upaya ini termasuk penggunaan kondom saat berhubungan seks. Pembersihan jarum suntik yang dipakai bergantian dengan pemutih tidak efektif untuk mencegah hepatitis B. Pengguna narkoba suntikan sebaiknya selalu memakai jarum baru, tetapi akan lebih baik jika tidak menggunakan narkoba suntikan atau jenis apapun. Sebaiknya juga benda yang dapat tercemar dengan darah orang lain, misalnya sikat gigi, alat cukur, dan jarum tindik, tidak dipakai bergantian (Horn Tim & James Learned 2005).

Bila kita belum divaksinasi terhadap hepatitis B dan merasa baru-baru terinfeksi oleh VHB, misalnya tertusuk dengan jarum suntik bekas pakai, atau berhubungan seks dengan seorang yang terinfeksi hepatitis B, mungkin dapat diminta suntikan imun globulin hepatitis B (HBIG). HBIG disarankan setelah infeksi pada virus hepatitis B karena obat ini memberi perlindungan cepat tetapi jangka pendek terhadap virus tersebut. Pada saat yang sama juga diberikan suntikan pertama vaksinasi hepatitis B. Setelah itu, dua dosis tambahan vaksin hepatitis B diberikan sesuai dengan jadwal untuk melengkapinya dan memberi perlindungan jangka panjang (Horn Tim & James Learned 2005).

5. Cara Perawatan bagi Penderita

Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet dan istirahat yang baik (Anonim 2009).

Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik (menahun) dan dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini ada beberapa perawatan yang dapat dilakukan untuk Hepatitis B kronis yang dapat meningkatkan kesempatan bagi seorang penderita penyakit ini. Perawatannya tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir serta modulator sistem kekebalan seperti Interferon Alfa ( Uniferon) (Anonim 2009).

Selain itu, ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan. Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan Hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan Hepatitis, antara lain yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), sambiloto (Andrographis paniculata), meniran (Phyllanthus urinaria), daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum), akar alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), pegagan (Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia augusta), buah mengkudu (Morinda citrifolia), jombang (Taraxacum officinale) (Anonim 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Hepatitis B. http//:wikipedia.org. [13 September 2009]

Horn Tim dan James Learned. 2005. Viral Hepatitis and HIV. Penerjemah : Chris W Green. Jakarta: Yayasan Spiritia